WELCOME TO MY BLOG

Kamis, 06 Oktober 2011

Teori Androgy

TEORI ANDRAGOGY (M. KNOWLES)

A.   Pengertian Andragogy

Andragogy berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua suku kata yaitu: andr yang berarti orang dewasa dan Agogos yang berarti membimbing atau membina. Secara harfiah andragogy berarti seni atau pengetahuan membimbing atau memimpin atau mengajar orang dewasa. Istilah lain yang sering dipergunakan sebagai perbandingan adalah pedagogi yang ditarik dari kata paid yang artinya anak. Pedagogi berarti seni atau pengetahuan membimbing atau memimpin atau mengajar anak.
Andragogy sebagai istilah teori filsafat pendidikan telah digunakan sejak tahun 1833 oleh Alexander Kapp, berkebangsaan Jerman yang bekerja sebagai guru, istilah tersebut hilang dalam peredaran zaman. Tahun 1921 istilah tersebut dimunculkan kembali oleh Eugene Rosenstock, seorang pengajar di akademik buruh Frankfurt. Rosenstock berpendapat bahwa pendidikan orang dewasa membutuhkan guru, metode dan filsafat khusus, bukan secara pedagogi. Sejak tahun 1970 istilah andragogy banyak digunakan di Eropa: Belanda, Prancis, dan Inggris, begitu juga dengan Amerika Serikat, Canada dan India.
Tokoh-tokoh pendidikan dengan teori belajar orang dewasanya antara lain  adalah: Carl R Rogers, Robert M. Gagne, Paulo Freire, Jack Mezirow, dan Malcolm Knowles.

B.   Teori Andragogy Malcolm Knowles


          Pakar pendidikan orang dewasa yang mengkaji dan mengembangkan secara konseptual teoritik andragogy adalah Malcolm Knowles. M. Knowles (lahir 24 April 1913 dan wafat 27 November 1997) merupakan figur pendidikan orang dewasa Amerika Serikat selama setengah abad ke 20. Dalam tahun 1950-an ia menjadi direktur eksekutif Asosiasi Pendidikan Orang Dewasa Amerika Serikat.


M. Knowles dalam publikasinya yang berjudul “The Adult Learner, A Neglected Species”  yang diterbitkan tahun 1970 mengungkapkan teori belajar yang tepat bagi orang dewasa. Sejak itu istilah “andragogy” makin diperbincangkan oleh berbagai kalangan, khususnya para ahli pendidikan.
Malcolm Knowles (1970) mengembangkan konsep andragogy atas empat asumsi pokok yang berbeda dengan pedagogy, keempat asumsi pokok itu adalah sebagai berikut:
a.      Konsep Diri
Asumsinya bahwa kesungguhan dan kematangan diri seseorang bergerak dari ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri sehingga mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dan mandiri. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa secara umum konsep diri anak-anak masih tergantung sedangkan pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian inilah orang dewasa membutuhkan memperoleh penghargaan orang lain sebagai manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri (Self Determination), mampu mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction).
Apabila orang dewasa tidak menemukan dan menghadapi situasi dan kondisi yang memungkinkan timbulnya penentuan diri sendiri dalam suatu pelatihan, maka akan menimbulkan penolakan atau reaksi yang kurang menyenangkan. Orang dewasa juga mempunyai kebutuhan psikologis yang dalam agar secara umum menjadi mandiri, meskipun dalam situasi tertentu boleh jadi ada ketergantungan yang sifatnya sementara.
b.      Peranan Pengalaman
Asumsinya adalah bahwa sesuai dengan perjalanan waktu seorang individu tumbuh dan berkembang menuju ke arah kematangan. Dalam perjalanannya, seorang individu mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman pahit-getirnya kehidupan, dimana hal ini menjadikan seorang individu sebagai sumber belajar yang demikian kaya, dan pada saat yang bersamaan individu tersebut memberikan dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru.
Oleh sebab itu, dalam teknologi pelatihan atau pembelajaran orang dewasa, terjadi penurunan penggunaan teknik transmittal seperti yang dipergunakan dalam pelatihan konvensional dan menjadi lebih mengembangkan teknik yang bertumpu pada pengalaman. Dalam hal ini dikenal dengan “Experiential Learning Cycle” (Proses Belajar Berdasarkan Pengalaman). Hal ini menimbulkan implikasi terhadap pemilihan dan penggunaan metoda dan teknik kepelatihan. Maka, dalam praktek pelatihan lebih banyak menggunakan diskusi kelompok, curah pendapat, kerja laboratori, melakukan praktek dan lain sebagainya, yang pada dasarnya berupaya untuk melibatkan peran serta atau partisipasi peserta pelatihan.
c.      Kesiapan Belajar
Asumsinya bahwa setiap individu semakin menjadi matang sesuai dengan perjalanan waktu, maka kesiapan belajar bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik ataupun biologisnya, tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan perubahan tugas dan peranan sosialnya.
Pada seorang anak belajar karena adanya tuntutan akademik atau biologiknya. Tetapi pada orang dewasa siap belajar sesuatu karena tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi dalam peranannya sebagai pekerja, orang tua atau pemimpin organisasi. Hal ini membawa implikasi terhadap materi pembelajaran dalam suatu pelatihan tertentu. Dalam hal ini tentunya materi pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan peranan sosialnya.
d.      Orientasi Belajar
Asumsinya yaitu bahwa pada anak orientasi belajarnya seolah-olah sudah ditentukan dan dikondisikan untuk memiliki orientasi yang berpusat pada materi pembelajaran (Subject Matter Centered Orientation). Sedangkan pada orang dewasa mempunyai kecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan permasalahan yang dihadapi (Problem Centered Orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama dalam kaitannya dengan fungsi dan peranan sosial orang dewasa.
Selain itu, perbedaan asumsi ini disebabkan juga karena adanya perbedaan perspektif waktu. Bagi orang dewasa, belajar lebih bersifat untuk dapat dipergunakan atau dimanfaatkan dalam waktu segera. Sedangkan anak, penerapan apa yang dipelajari masih menunggu waktu hingga dia lulus dan sebagainya. Sehingga ada kecenderungan pada anak, bahwa belajar hanya sekedar untuk dapat lulus ujian dan memperoleh sekolah yang lebih tinggi. Hal ini menimbulkan implikasi terhadap sifat materi pembelajaran atau pelatihan bagi orang dewasa, yaitu bahwa materi tersebut hendaknya bersifat praktis dan dapat segera diterapkan di dalam kenyataan sehari-hari.
Teori Belajar Adragogi dapat diterapkan apabila diyakini bahwa peserta didik (siswa-mahasiswa-peserta) adalah pribadi-pribadi yang matang, dapat mengarahkan diri mereka sendiri, mengerti diri sendiri, dapat mengambil keputusan untuk sesuatu yang menyangkut dirinya. Andragogy tidak akan mungkin berkembang apabila meninggalkan ideal dasar orang dewasa sebagai pribadi yang mengarahkan diri sendiri. Yang menjadi tolak ukur sebuah kedewasaan bukan hanya umur, namun sikap dan perilaku, sebab tidak jarang orang yang sudah berumur, namun belum dewasa. Memang, menjadi tua adalah suatu keharusan dan menjadi dewasa adalah sebuah pilihan yang tidak setiap individu memilihnya seiring dengan semakin lanjut usianya.

C.   Prinsip dan Aplikasi Teori Andragogy
Asumsi andragogy tentang desain pembelajaran adalah sebagai berikut:
1.    Orang dewasa perlu mengetahui mengapa mereka harus mempelajari sesuatu.
2.    Orang dewasa perlu belajar experientially
3.    Pendekatan pembelajaran orang dewasa melalui pemecahan masalah
4.    Pembelajaran orang dewasa yang terbaik ketika topiknya adalah nilai-nilai langsung.

Secara praktis, andragogy berarti bahwa instruksi untuk orang dewasa harus lebih fokus pada proses dan kurang pada konten yang diajarkan. Strategi seperti studi kasus, bermain peran, simulasi dan evaluasi diri sangat membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam pembelajaran andragogy, perlu menerapkan prinsip-prinsip berikut:
1.    Orang dewasa perlu dilibatkan dalam perencanaan dan evaluasi instruksi mereka
2.    Pengalaman (termasuk kesalahan) memberikan dasar bagi kegiatan pembelajaran
3.    Orang dewasa paling tertarik untuk belajar mata pelajaran yang  memiliki relevansi langsung dengan pekerjaannya atau kehidupan pribadi
4.    Belajar orang dewasa lebih berpusat pada proses daripada isi
Selanjutnya Knowles memberi contoh penerapan prinsip-prinsip andragogy dengan desain pelatihan komputer pribadi:
1.    Ada kebutuhan untuk menjelaskan mengapa hal-hal tertentu yang diajarkan (misalnya, perintah tertentu, fungsi, operasi, dll)
2.    Instruksi harus berorientasi tugas, bukan menghafal
3.    Instruksi harus mempertimbangkan berbagai latar belakang yang berbeda dari peserta didik, materi pembelajaran dan kegiatan harus memungkinkan  untuk berbagai tingkat/jenis pengalaman sebelumnya dengan komputer.
4.    Karena orang dewasa mandiri, instruksi harus memungkinkan peserta didik untuk menemukan hal-hal untuk diri mereka sendiri, memberikan bimbingan dan bantuan ketika kesalahan yang dibuat.

Andragogy berlaku untuk segala bentuk pembelajaran orang dewasa dan telah digunakan secara luas dalam perancangan program pelatihan organisasi, terutama untuk bagian “soft skill” seperti pengembangan manajemen.

D.   Penerapan Andragogy dalam performansi Tutor
Tutor sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran orang dewasa. Tutor memasuki kelas dengan bekal sejumlah pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan dan pengalaman ini seharusnya melebihi dari yang dimiliki oleh peserta. Seorang tutor dengan pengetahuan dan pengalamannya itu tidaklah cukup untuk membuat peserta untuk berperilaku belajar dalam kelas melainkan sikap tutor sangatlah penting. Seorang tutor bukan merupakan “pemaksa” untuk terjadinya pengaruh terhadap peserta, namun pengaruh itu timbul karena adanya keterlibatan mereka dalam kegiatan belajar. Untuk mengusahakan adanya perubahan, tutor hendaknya bersikap positif terhadap warga belajar.
Sikap seorang tutor mempunyai arti dan pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku warga belajar dalam kegiatan pembelajaran. Umumnya tutor yang memiliki daya tarik akan lebih efektif dari pada tutor yang tidak menarik. Sikap menyenangkan yang ditampilkan oleh tutor akan ditanggapi positif oleh peserta, pada gilirannya berpengaruh terhadap intensitas perilaku belajarnya. Sebaliknya, fasilitator yang menampilkan sikap tidak menyenangkan akan dinilai negatif oleh peserta, sehingga mengakibatkan kegiatan belajar menjadi tidak menyenangkan.

DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar